CELEBRITY UPDATE – Film dewasa yang sarat ketegangan selalu populer. Film thriller erotis, khususnya, dikenal karena kemampuannya membuat jantung penonton berdebar kencang dan membuat mereka terpaku, dengan alur cerita dramatis yang memikat.
Namun, terlepas dari popularitasnya yang pernah tinggi, genre ini kini hampir menjadi masa lalu. Mengapa genre ini meredup, dan adakah kemungkinan kebangkitannya?
Akar film thriller erotis dapat ditelusuri kembali ke film noir tahun 1940-an dan 1950-an. Film-film kriminal ini sering kali mengangkat kisah cinta terlarang, perempuan yang mematikan, dan atmosfer konspirasi.
Alfred Hitchcock juga meletakkan dasar bagi genre ini, film-filmnya yang menegangkan menggabungkan unsur-unsur erotis sekaligus menciptakan ketegangan psikologis. Selanjutnya, pada tahun 1960-an dan 1970-an, pengaruh film thriller Italia semakin berkembang, yang dikenal karena gore, erotika, dan atmosfer gotiknya.
Semua faktor ini berpadu menciptakan genre baru yang berani mendobrak tradisi, mengeksplorasi tema perselingkuhan, hasrat, dan kekerasan, serta berhasil memikat penonton dewasa.
Masa kejayaan film thriller erotis dimulai dengan perilisan “Fatal Attraction” pada tahun 1987. Dibintangi Michael Douglas dan Glenn Close, film ini tidak hanya sukses secara komersial tetapi juga mendorong film thriller erotis ke Hollywood arus utama. Tahun 1990-an menjadi masa keemasan genre ini.
Selama periode ini, lebih dari 700 film thriller erotis dirilis, banyak di antaranya langsung dirilis dalam format DVD, tanpa rilis di bioskop. Judul-judulnya, seperti “Fatal Instinct” dan “Body Chemistry”, meskipun terkadang agak norak, memikat penonton.
Film-film ini mudah diakses. Selain itu, harganya yang terjangkau dan kontennya yang provokatif menjadikannya ideal untuk ditonton orang dewasa di rumah.
Film serupa juga diproduksi di Indonesia, dengan bintang-bintangnya yang mencapai status legendaris.
Namun, pada awal abad ke-21, genre ini mulai menurun. Penurunan ini disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk meluasnya penggunaan internet, yang memudahkan penonton dewasa mengakses konten yang lebih merangsang.
Pergeseran budaya global juga berperan. Pada tahun 1980-an dan 1990-an, ketakutan akan perilaku seksual yang berlebihan dan penyakit menular seperti AIDS tersebar luas, tetapi dengan tragedi terorisme dan geopolitik, isu-isu sosial bergeser. Namun, faktor terbesarnya adalah alur cerita, karena film-film ini menjadi semakin basi. Hampir semua film mengikuti formula yang sama: karakter yang suka berganti pasangan menemui akhir yang tragis, sementara karakter yang setia atau loyal bertahan hidup.
Seiring waktu, cerita-cerita ini menjadi semakin membosankan. Studio-studio Hollywood semakin enggan berinvestasi di dalamnya, dan bintang-bintang papan atas yang tampil dalam film thriller erotis tampak seperti masa lalu.
Baca Juga : Polisi Periksa Rumah D4vd Setelah Penemuan Mayat Mutilasi di Bagasi Tesla
Pada kenyataannya, genre ini belum benar-benar mati. Misalnya, film “Fifty Shades of Grey” tahun 2015, yang lebih merupakan drama romantis dengan sedikit unsur erotis, meraih kesuksesan komersial yang besar. Baru-baru ini, “Babygirl”, yang juga dibintangi Nicole Kidman, dirilis.
Genre thriller erotis masih berkembang pesat, meskipun saat ini lebih banyak ditayangkan di televisi daripada di layar lebar. Netflix sendiri sering merilis film erotis buatan Eropa, seperti “365 Days” dan yang terbaru “Fall for Me”. Namun, apakah masih ada pasar untuk film-film ini?

